BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat, karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan post partum. Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan postpartum lanjut adalah perdarahan setelah 24 jam persalinan.
Oleh karena itu penulis mencoba untuk membuat makalah ini utnuk menambah pengetahuan pembaca mengenai apa yang harus di lakukan pada pasien dengan pendarahan.
2. RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang di maksud dengan pendarahan post partum?
2) Apa etiologi dari pendarahan post partum?
3) Apa patofisiologinya?
4) Apa manifestasi kliniknya?
5) Bagaimana asuhan keperawatan pendarahan post partum?
3. TUJUAN MASALAH
1) Untuk mengetahui apa definisi dari pendarahan post partum.
2) Untuk mengetahui etiologi pendarahn post partum.
3) Untuk mengetahui patofisiologinya.
4) Untuk mengetahui manifestasi kliniknya.
5) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pendarahan post partum.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan
dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia
/hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
· Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
· Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.
III. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
· Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
· Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.
III. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
IV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
IV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri
dan robekan jalan lahir adalah:
· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
· Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
· Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.
Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia Uteri
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
- Plasenta belum terlepas dari
dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim. - Plasenta sudah terlepas dari
dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi
bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
· Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
· Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
· Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
· Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
· Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
· Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
· Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
· Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
· Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
· Pasang infus.
· Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
· Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
· Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
· Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
· Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
· Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
· Pemberian uterotonika intravena.
· Kosongkan kandung kemih.
· Menekan uterus-perasat Crede.
· Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.
VII. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2. Sistem vaskuler
§ Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
§ Tensi diawasi tiap 8 jam
§ Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
§ Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
§ Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
· Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
· Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
· Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
· Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
· Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
· Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
· Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
· Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
· Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
· Pasang infus.
· Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
· Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
· Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
· Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
· Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
· Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
· Pemberian uterotonika intravena.
· Kosongkan kandung kemih.
· Menekan uterus-perasat Crede.
· Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.
VII. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2. Sistem vaskuler
§ Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
§ Tensi diawasi tiap 8 jam
§ Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
§ Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
§ Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
- Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
- Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
2. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
3. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum
No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik
Tujuan :
Volume cairan adekuat
Hasil yang diharapkan:
- TTV stabil
- Pengisian kapiler cepat
- Haluaran urine adekuat
Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada
6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi
- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)
- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase
- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)
- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar
- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik
2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
DO:
- Penurunan pulsasi arteri,
- Ekstremitas dingin
- Perubahan tanda-tanda vital
- Pelambatan pengisian kapiler
- Penurunan produksi ASI
DS:
- Ibu mengatakan Asi sedikit
- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
· Ekstremitas hangat
· Kapiler refill <> 35 tahun
§ Paritas > 3 kali
§ Inaktivitas
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
- Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
- Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
2. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
3. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum
No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik
Tujuan :
Volume cairan adekuat
Hasil yang diharapkan:
- TTV stabil
- Pengisian kapiler cepat
- Haluaran urine adekuat
Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada
6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi
- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)
- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase
- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)
- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar
- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik
2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
DO:
- Penurunan pulsasi arteri,
- Ekstremitas dingin
- Perubahan tanda-tanda vital
- Pelambatan pengisian kapiler
- Penurunan produksi ASI
DS:
- Ibu mengatakan Asi sedikit
- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
· Ekstremitas hangat
· Kapiler refill <> 35 tahun
§ Paritas > 3 kali
§ Inaktivitas
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc
dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar,
MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
- SARAN
Apabila terjadi perdarahan post partum maka seorang perawat
atau bidan di Intaslasi Gawat Darurat wajib melakukan pengelolaan umum sebagai
berikut : Selalu siapkan tindakan gawat darurat Tata laksana persalinan kala
III secara aktif Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu apabila
dimungkinkan Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran, Nadi,
Tekanan Darah, Pernafasan dan Suhu Jika terdapat syock lakukan segera
penanganan syock Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan. Cari penyebab
perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan
DAFTAR
PUSTAKA
1.Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2.Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
3.Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
4.Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
5.Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
6.Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
2.Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
3.Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
4.Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
5.Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
6.Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PREEKLAMPSIA
LAPORAN PENDAHULUAN
PREEKLAMPSIA
I. KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah
usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan
neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia adalah
sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar,
1998 ).
Preeklampsia adalah
penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi berat adalah
suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110
mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia dibagi
dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau
lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160
mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 g atau
lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing
400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral,
gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru dan
sianosis.(Ilmu Kebidanan : 2005)
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.
Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban
yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini
yaitu :
- Spasmus arteriola
- Retensi Na dan air
- Koagulasi
intravaskuler
Walaupun vasospasme
mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini
yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi :
1984)
Teori yang dewasa ini
banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan
tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor
yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang
ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu
Kebidanan : 2005).
C. Patofisiologi
Pada pre eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema
yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial
belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang
berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan
sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi
pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi
endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya
kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis
microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
1. Perubahan
kardiovaskuler
Gangguan fungsi
kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan
aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru
(Cunningham,2003).
2. Metablisme air dan
elektrolit
Hemokonsentrasi yang
menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya . jumlah air
dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia
dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita
preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein
tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya
edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina
yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia
berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam
pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum
berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan
yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta
menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru2
Kematian ibu pada
preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru
(Rustam, 1998).
D. Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklamsia
ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
- Edema
- Hipertensi
- Proteinuria
Berat badan yang
berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat
sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau
tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama
30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut
dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak
0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1
atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter
atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia
berat bila ditemukan gejala :
- Tekanan darah sistolik
≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
- Proteinuria + ≥5 g/24
jam atau ≥ 3 pada tes celup.
- Oliguria (<400 ml
dalam 24 jam).
- Sakit kepala hebat
atau gangguan penglihatan.
- Nyeri epigastrum dan
ikterus.
- Trombositopenia.
- Pertumbuhan janin
terhambat.
- Mual muntah
- Nyeri epigastrium
- Pusing
- Penurunan visus
(Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)
E. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal
yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dan
dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada
akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti
yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat
dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian
penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita
hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan
sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.
Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat
badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia
dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat
antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan
antenatal yang baik.
F. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur
kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan
maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.
1. Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum
perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment
(NST dan USG). Indikasi :
a. Ibu
• Usia kehamilan 37
minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda
atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6
jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b. Janin
• Hasil fetal assesment
jelek (NST dan USG)
• Adanya tanda IUGR
(janin terhambat)
c. Laboratorium
• Adanya “HELLP
Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)
2. Pengobatan
mediastinal
Pengobatan mediastinal
pasien preeklampsia berat adalah :
a. Segera masuk rumah
sakit.
b. Tirah baring miring
ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella
setiap jam.
c. Infus dextrose 5%
dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Diet cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e. Pemberian obat anti
kejang magnesium sulfat (MgSO4).
1. Dosis awal sekitar 4
gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc
larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr
di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM.
2. Dosis ulang :
diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang
diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3
hari.
3. Syarat-syarat
pemberian MgSO4
• Tersedia antidotum
MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3
menit.
• Refleks patella positif
kuat.
• Frekuensi pernapasan
lebih 16 x/menit.
• Produksi urin lebih
100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)
4. MgSO4 dihentikan bila
:
• Ada tanda-tanda
keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis
adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan
> 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
• Bila timbul
tanda-tanda keracunan MgSO4 :
- Hentikan pemberian
MgSO4
- Berikan calcium
gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
- Berikan oksigen
- Lakukan pernapasan
buatan
• MgSO4 dihentikan juga
bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan (normotensi).
f. Deuretikum tidak
diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau
edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
g. Anti hipertensi
diberikan bila :
1. Desakan darah
sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg.
Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg)
karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2. Dosis antihipertensi
sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3. Bila diperlukan
penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi
parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4. Bila tidak tersedia
antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib
bakri,1997)
b. Perawatan konservatif
yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.
1. Indikasi : bila
kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal
: sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose
MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri
dan 4 gram pada pantat kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan
konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini
tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila
ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam
24 jam.
c. Bila setelah 24 jam
tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus
diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam
hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV.
4. Penderita dipulangkan
bila :
a. Penderita kembali ke
gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3
hari.
b. Bila selama 3 hari
tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan
dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
G. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jangtung
6. Kejang
7. Hipertensi permanen
8. Distress fetal
9. Infark plasenta
10. Abruptio plasenta
11. Kematian janin
H. Pemeriksaan Penunjang
Preeklampsia
1. Pemeriksaan spesimen
urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.
2. Pemeriksaan darah,
khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan pada
ginjal) dan kadar hemoglobin.
3. Pemeriksaan retina,
untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.
4. Pemeriksaan kadar
human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin untuk
menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
5. Elektrokardiogram dan
foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada
ibu dengan pre eklampsia adalah :
1. Data subyektif :
-
Umur biasanya sering
terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
-
Riwayat kesehatan ibu
sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual
muntah, penglihatan kabur
-
Riwayat kesehatan ibu
sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
-
Riwayat kehamilan :
riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan
dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
-
Pola nutrisi : jenis
makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
-
Psiko sosial spiritual :
Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu
kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
2. Data Obyektif :
-
Inspeksi : edema yang
tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
-
Palpasi : untuk
mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
-
Auskultasi :
mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
-
Perkusi : untuk
mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
-
Pemeriksaan penunjang ;
· Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur
2 kali dengan interval 6 jam
· Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (
biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
· Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
· Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
· USG ; untuk mengetahui keadaan janin
· NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas inefektif
b.d peningkatan kebutuhan O2
2. Gangguan perfusi
jaringan b.d penurunan COP
3. Intoleransi aktivitas
b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
4. Gangguan rasa nyaman
nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
5. Kelebihan volume
cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
6. Resiko injuri b.d
peningkatan tekanan vaskuler retina
C. Rencana Tindakan
Keperawatan
1. Pola nafas inefektif
b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali normal
Kriteria hasil : bebas
dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt
Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi
pernafasan dan kedalaman
Rasional : untuk
mengetahui pola nafas pasien
b. Auskultasi bunyi
nafas
Rasional : mengetahui
ada tidaknya nafas tambahan
c. Atur posisi pasien
semi fowler
Rasional : merangsang
fungsi pernafasan atau ekspansi paru
d. Kolaborasi pemberian
oksigen sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan pengiriman
oksigen ke paru
2. Gangguan perfusi
jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2
terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT
< 2 detik, tidak terjadi sianosis
Interensi :
a. Catat frekuensi dan
kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : untuk
mengetahui kelemahan otot pernapasan.
b. Awasi tanda-tanda
vital
Rasional : untuk
mengetahui tingkat kegawatan klien.
c. Pantau BGA
Rasional : asidosis yang
terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d. Kolaborasi pemberian
IV larutan elektrolit
Rasional : meminimalkan
fluktuasi dalam aliran vaskuler.
3. Intoleransi aktivitas
b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
Tujuan : setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien
berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan
Intervensi :
a. Periksa TTV sebelum
dan sesudah aktivitas
Rasional : mengetahui
tingkat kelemahan
b. Instruksikan pasien
tentang tekhnik penghematan energi
Rasional : membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Berikan bantuan
sesuai kebutuhan
Rasional : Memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
4. Gangguan rasa nyaman
nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang /menghilang
Kriteria hasil : wajah
tidak menyeringai, tidak pusing
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui
intensitas nyeri
b. Pertahankan tirah
baring
Rasional : meminimalkan
stimulasi / meningkatkan relaksasi
c. Minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan, batuk
panjang
Rasional : aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit
d. Ajarkan taknik
relaksasi dan distraksi
Rasional : membantu
menghilangkan rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam
Rasional : menurunkan
nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.
5. Kelebihan volume
cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
Tujuan : Setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil
Kriteria hasil : - Tidak
ada destensi vena perifer dan edema
- Paru bersih dan BB
stabil
Intervensi :
a. Obervasi input dan
output
Rasional : Mengetahui
pengeluaran dan pemasukan cairan
b. Jelaskan tujuan
pembatasan cairan / Na pada pasien
Rasional : Na dapat
mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah
c. Kolaborasi pemberian
deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik (edecrin) sesuai dengan
indikasi.
Rasional : Menghambat
reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan
d. Kolaborasi dengan
ahli gizi
Rasional : diet
pembatasan Na sesuai indikasi
6. Resiko injuri b.d peningkatan
tekanan vaskuler retina
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami trauma
Kriteria hasil : Pasien
tidak mengalami cidera
Intervensi :
a. Hindarkan pasien dari
benda-benda yang berbahaya bagi pasien
Rasional : Mencegah
terjadinya injuri
b. Pertahankan tirah
baring
Rasional : Meminimalkan
pergerakan pasien
c. Pertahankan BEL di
samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi
Rasional : Mencegah
terjadinya injuri
d. Batasi aktivitas
pasien
Rasional : Meminimalkan
aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk.2001.
Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
Doengoes, Marilynn
E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Sujiyatini dkk. 2009.
Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta
Wiknjosastro,
Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :
Jakarta Pusat
Obstetri Patologi. 1984.
Elstar Offset : Bandung.
http://merawatdansehat.blogspot.com/2011/03/askep-preeklampsia-berat.html
ANTE NATAL
CARE
1. PENGERTIAN
ANC adalah Pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim
2. TUJUAN :
Pengawasan : Kesh. Ibu, Deteksi dini penyakit
penyerta & komplikasi kehamilan, menetapkan resiko kehamilan (tinggi,
meragukan dan rendah)
Menyiapkan
persalinan à well born baby dan well health
mother
Mempersiapkan
pemeliharaan bayi & laktasi
Mengantarkan
pulihnya kesh. Ibu optimal
3. BUKTI KEHAMILAN
a. PRESUMTIF ( Bukti Subjektif)
Amenorea
Perubahan
payudara
Mual
& muntah (morning sickness)
Frekuensi
berkemih
Leukorea
Tanda
Chadwiek’s
Quickening
b. PROBABILITAS ( Bukti Objektif)
q Pertumbuhan & perubahan uterus
q Tanda Hegar’s ( melunaknya segmen bawah
uterus)
q Ballotement (lentingan janin dl uterus
saat palpasi)
q Braxton hick’s (kontraksi selama
kehamilan)
q Perubahan Abdomen
q Pembesaran abdomen
q Striae Gravidarum
q Pigmentasi pada linea nigra
c. ABSOLUT ( Bukti Positif)
►
Terdengar
DJJ
►
Teraba
bagian anak oleh pemeriksa
►
Terlihat
hasil konsepsi dg USG
►
Teraba
gerakan janin oleh pemeriksa
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• LABORATORIUM
– Darah ( Hb, Gol darah, Glukosa, VDRL)
– Urine (Tes kehamilan, protein, glukosa,
analisis)
– Pemeriksaan Swab (Lendir vagina &
servik)
• U S G
– Jenis kelamin
– Taksiran kelahiran, TBJ, Jumlah cairan
amnion,
5. PEMERIKSAAN KEHAMILAN
BILA HPHT TIDAK DIKETAHUI,
USIA KEHAMILAN TENTUKAN DG CARA :
USIA KEHAMILAN TENTUKAN DG CARA :
n
TFU ( Cm x 7/8 = Usia dl mgg)
n
Terabanya ballotement di simpisis Ã
12 mgg
n
DJJ (+) dg Dopller à 10-12 mgg
n
DJJ (+) dg fetoscop à 20 mgg
n
Quickening à 20 mgg
n
USG
PERHITUNGAN TAKSIRAN PARTUS
( NAGELE) :
n
H + 7
n
B (1-3) +
9, bila tanggal > 24 + B 1
B
(4-12) – 3
n
T (1-3) +
0
T
(4-12) + 1
n PERHITUNGAN TAKSIRAN BERAT JANIN
n
TFU – (11 belum masuk PAP) X 155 = ….gr
n
TFU – (13 sudah masuk PAP) X 155 = ….gr
FREKUENSI KEHAMILAN
u Kunjungan I (12-24 mgg)
–
Anamnesis
lengkap, pemeriksaan fisik & obstetri, Pemeriksaan lab., Antopo metri,
penilaian resiko kehamilan, KIE
u Kunjungan
II ( 28 – 32 mgg )
–
Anamnesis,
USG, Penilaian resiko kehamilan, Nasehat perawatan payudara & Senam hamil),
TT I
u Kunjungan
III ( 34 mgg)
– Anamnesis, pemeriksaan ulang lab. TT II
u Kunjungan
IV, V, VII & VIII ( 36-42 mgg)
–
Anamnesis , perawatan payudara & persiapan
persalinan
6. PENGKAJIAN ANC
- AKTIFITAS / ISTIRAHAT
BP ↓ , HR ↑ , Episode Sinkop, Edema
- INTEGRITAS EGO Ã Persepsi diri
- ELIMINASI
Konstipasi, miksi ↑ , BJ urine ↑ , haemoroid
- MAKANAN & CAIRAN
morning sickness (TM I), nyeri ulu hati,
Penambahan BB ( 8 – 12 kg), hipertrofi gusi
(berdarah)
Anemi fisiologis
(Hemodilusi)
- NYERI / KETIDAK NYAMANAN
Kram kaki, nyeri payudara & punggung, Braxton
Hicks
- PERNAFASAN
RR ↑ ,
- KEAMANAN
Suhu : 36,1o – 37,6 o C ,
DJJ ( 12 mgg dg dopler, 20 mgg dg fetoskop)
Gerakan janin ( 20 mgg)
Quickening
& Ballotement
( 16 – 20 mgg) &
- SEKSUALITAS
Perubahan seksualitas, leukorea, peingkatan uetrus
Payudara ↑ , pigmentasi
Goodell, Hegar, chadwiks
- INTERAKSI SSIAL
Denial,
maturasi, aseptent
- PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
- PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
7. PENGKAJIAN FISIK
•
TANDA VITAL, ANTOPOMETRI
•
PENGKAJIAN KEPALA
•
PENGKAJIAN DADA : paru, jantung, payudara
•
PENGKAJIAN ABDOMEN : hepar, abdomen, uterus (palpasi, inspeksi, auskultasi, pergerakan janin, his)
•
PEMERIKSAAN PANGGUL
•
PEMERIKSAAN GENITAL
•
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN & FOKUS INTERVENSI
1. Resti perubahan nutrisi krg dr kebt tubuh b.d. Perubahan napsu makan, mual & muntah
1. Resti perubahan nutrisi krg dr kebt tubuh b.d. Perubahan napsu makan, mual & muntah
n KH :
n Menjelaskan komponen diet seimbang
prenatal
n Mengikuti diet yg dianjurkan
n Mengkonsumsi Zat besi/ vitamin
n Menunjukkan ↑ BB ( min 1,5 kg pd TM I )
n Intervensi :
n Tentukan asupan nutrisi /24 jam
n Kaji ttg pengetahuan kebutuhan diet
n Berikan nformasi tertulis diet prenatal
& suplemen
n Tanyakan keyakinan diet ss budaya
n Timbang BB & kaji BB pregravid
n Berikan ↑ BB selama TM I yang optimal
n Tinjau tentang mual & muntah
n Pantau kadar Hb, test urine (aseton,
albumin & glukosa)
n Ukur pembesaran uterus
n Kolaborasi : program diet ibu hamil
2. Resti defisit vol. Cairan b.d.
perubahan napsu makan, mual & muntah
perubahan napsu makan, mual & muntah
•
KH :
–
Mengidentifikasi
& melakukan kegiatan u ↓ frekwensi
& keparahan mual/muntah
–
Mengkonsumsi
cairan ss kebt.
–
Mengidentifikasi
tanda & gejala dehidrasi
•
Intervensi :
–
Auskultasi
DJJ
–
Tentukan
beratnya mual/muntah
–
Tinjau
riwayat (gastritis, kolesistiasis)
–
Anjurkan
mempertahankan asupan cairan
–
Kaji
suhu, turgor kulit, membran mukosa, TD, intake & output, Timbang BB
–
Anjurkan
asupan minum manis, makan sedikit tapi sering, makan roti kering sebelum bangun
tidur
3. Perubahan eliminasi urine b.d. Pembesaran
uterus, ↑ GFR, ↑ sensitifitas VU
►
KH :
§ Mengungkapkan penyebab sering kencing
§ Mengidentifikasi cara mencegah stasis
urinarius
►
Intervensi :
§ Berikan informasi perubahan berkemih
§ Anjurkan menghindari posisi tegak &
supine dl waktu lama
§ Berikan informasi intake cairan 6-8
gls/hr, penurunan intake 2-3 j pra rest
§ Kaji nokturia, anjurkan keagel exercise
§ Tekankan higiene toileting, memakai celana
dr katun & menjaga vulva tetap kering
§ Kolaborasi : Kaji riwayat medis
(hipertensi, peny. ginjal & jantung)
4. Ketidak efektifan pola pernafasan b.d.
Pergeseran diagfragma sekunder kehamilan
l KH :
l Melaporkan ↓ keluhan
l Mendemonstrasikan
fungsi pernapasan
l Intervensi :
l Kaji status pernapasan
l Pantau riwayat medis (alergi, rinitis,
asma, TBC)
l Kaji kadar HB Ã tekankan pentingnya vit.
l Informasikan hubungan program latihan
& kesullitan pernafasan
l Anjurkan istirahat & latihan berimbang
l Tinjau tindakan pasien u mengurangi
keluhan
5. Ketidak nyamanan b.d. Perubahan fisik dan
pengaruh hormonal
KH :
n Mengidentifikasi tindakan yg melegakan
& menghilangkan Ketidak nyamanan
n Melaporkan penatalaksanaan Ketidak
nyamanan
Intervensi
:
n Catat derajat rasa tidak nyaman minor
n Evaluasi derajat rasa tidak nyaman selama
pemeriksaan lanjutan
n Anjurkan pemakaian korset uterus
n Tekankan menghindari stimulasi puting
n Intruksikan perawatan puting mendatar
n Kaji adanya haemoroid
n Intruksikan penggunaan kompres dingin
& intake tinggi serat pada haemoroid
n Intruksikan posisi dorsofleksi pd kaki
& mengurangi keju/susu
n Kaji tingkat kelelahan dengan aktifitas dl
keluarga
n Kolaborasi : suplemen kalsium
6. Perubahan pola seksualitas b.d. Perubahan
struktur tubuh & ketidaknyaman
- KH :
- Mendiskusikan perubahan dl hasrat seksual
- Identifikasi langkah mengatasi situasi
- Melaporkan adaptasi perubahan & modifikasi situasi selama kehamilan
- Intervensi :
- Tentukan pola aktivitas seksual pasangan
- Kaji dampak kehamilan terhadap kehamilan
- Diskusikan miskonsepsi seksualitas kehamilan
- Anjurkan pilihan posisi koitus selama kehamilan
- Informasikan tindakan yg dpt ↑ kontraksi ( stimulasi puting susu, orgasme pd wanita, sperma)
- Kolaborasi : konseling bila masalah tidak teratasi
7. Resti konstipasi b.d. Penurunan peristaltik,
penekanan uterus
•
KH :
•
Mempertahankan
pola fungsi usus normal
•
Mengidentifikasi
perilaku beresiko
•
Melaporkan
tindakan u ↑ eliminasi
•
Intervensi
:
•
Tentukan
kebiasaan eliminasi sebelum hamil & perhatikan perubahan selama hamil
•
Kaji
adanya haemoroid
•
Informasikan
diet : buah, sayur, serat & intake cairan adekuat
•
Anjurkan
latihan ringan
•
Kolaborasi
: berikan pelunak feces bila diet tak efektif
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Abortus adalah
Keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di
luar fetus. Belum sanggup diartikan bila fetus beratnya antara 400 - 1000gr,
atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. (EASTMAN )
Abortus adalah
Pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kahamilan 28 mgg (JEFFCOAT )
Abortus adalah
terputusnya kehamilan sblm minggu ke 16 dimana proses plasenta blm selesai (HOLMER
)
B. ETIOLOGI
1. Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain :
kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang
tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta.
Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang
disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit
penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus,
anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
C.
PATOFISIOLOGI
Pada awal
abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus
D. ISTILAH DALAM ABORSI
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
- Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
- Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja.
- Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
- Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
- Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
E. GAMBARAN KLINIS
- Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
- Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
- Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
- Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus.
- Pemeriksaan ginekologi
- Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
- Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c.
Colok vagina :
porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas
tidak menonjol dan tidak nyeri.
F. KLASIFIKASI ABORTUS
1. Abortus imminens
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum20minggu, diamana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
1. Abortus imminens
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum20minggu, diamana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosa abortus imminens ditentukan karena
pada wanita hamil terjadi perdarahan pada ostium uteri ekternum, disertai mules
sedikit atau tidak sama sekali, uterus mebesar sebesar tuanya kehamilan,
serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.P[ada beberapawanita hamil
dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika
tidak terjadi pemuahan.Halini disebabkan oleh penembusan villi koriales ke
dalam desidua, pada saat implantasi ovum.Perdarahan implantasi biasanya
sedikit, warnanya merah, dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules.
Penanganan abortus imminens terdiri atas :
1. Istirahat-baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,kaena cara ini menyebabkan bertambahnya lairan darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2. Tentang pemberian hormon progesteron
Penanganan abortus imminens terdiri atas :
1. Istirahat-baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,kaena cara ini menyebabkan bertambahnya lairan darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2. Tentang pemberian hormon progesteron
Pada abortus imminens belum ada
persesuaian faham.Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang
menyetujuinya mengatkana bahwa harus dietentukan dahulu adanya kekurangan
hormon progesteron.Apabila difikirkan bahwa sebagian besarabortus didahlui oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor,
maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
3. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Pada kehamilan yang lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaliknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.Apabila janin sudah keluar akan tetapi plasenta masih tertinggal, sebaliknya pengeluaran plasenta dikerjakan secara digital yang dapat disusul dengan kerokan bila masih ada sisa plasenta yangtertinggal.Bahaya perforasi pada hal yang terakhir ini tidak seberapa besar karena dinding uterus menjadi tebal disebabkan sebagian besar hasil konsepsi telah keluar.
3. Abortus inkompletus
Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian besar hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada tertinggal dalam uterus.Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dengan kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
Penanganannya,apabila abortus inkompletus disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan NaCl fisilogik atau cairan Ringer yang disusul dengan transfusi.Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan.Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
3. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Pada kehamilan yang lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaliknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.Apabila janin sudah keluar akan tetapi plasenta masih tertinggal, sebaliknya pengeluaran plasenta dikerjakan secara digital yang dapat disusul dengan kerokan bila masih ada sisa plasenta yangtertinggal.Bahaya perforasi pada hal yang terakhir ini tidak seberapa besar karena dinding uterus menjadi tebal disebabkan sebagian besar hasil konsepsi telah keluar.
3. Abortus inkompletus
Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian besar hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada tertinggal dalam uterus.Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dengan kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
Penanganannya,apabila abortus inkompletus disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan NaCl fisilogik atau cairan Ringer yang disusul dengan transfusi.Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan.Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
4. Abortus
kompletus
Pada abortus kpmpletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Pada abortus kpmpletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Diagnosis dapat dipermudah apabila
ahasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah
keluar dengan lengkap.
Penderita dengan abortus kompletus tidak perlu pengobatan khusus,hanya apabila menderita amnemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfusi.
5. Abortus servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangioleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang-lebih bundar, dengan dinding menipis.Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan.
6. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin matiitu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Penderita dengan abortus kompletus tidak perlu pengobatan khusus,hanya apabila menderita amnemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfusi.
5. Abortus servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangioleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang-lebih bundar, dengan dinding menipis.Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan.
6. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin matiitu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Etiologi missed abortion tidak
diketahui, tetapi diduga pengaruhhormon progesteron.Pemakaian hormon
progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed
abortion.
Diagnosis. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif.Dengan ultrasonogafimaka dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.Perlu diketahui bahwa missed abortion kadang-kaang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia,sehingga pemeriksaan kearah lain ini perlu dilakukan.
Penanganan. Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyyan apakah hasilon sepsi perlu segera dikeluarkan.Tindakan pengeluaran iu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjai apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan.Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin cepat dikeluarkan.
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia.Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasilkonsepsi itu,pada uterus yang tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selamakira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis, yang kemudian dapat diperbesar dengan busi Hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalamkavum uteri.Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam.
Diagnosis. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif.Dengan ultrasonogafimaka dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.Perlu diketahui bahwa missed abortion kadang-kaang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia,sehingga pemeriksaan kearah lain ini perlu dilakukan.
Penanganan. Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyyan apakah hasilon sepsi perlu segera dikeluarkan.Tindakan pengeluaran iu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjai apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan.Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin cepat dikeluarkan.
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia.Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasilkonsepsi itu,pada uterus yang tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selamakira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis, yang kemudian dapat diperbesar dengan busi Hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalamkavum uteri.Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam.
Jika besar uterus melebihi kehamilan
12 minggu, maka pengeluaran hasil konsepsi diusahakan dengan Infus intravena
oksitosin dosiscukup tinggi.Dosis oksitosin dapat dimulai dengan 20 tetes per
menit dari cairan 500 ml glukose 5% dengan 10 satuan oksitosin; dosis ini dapat
dinaikkan sampai ada kontraksi.Bilamana diperlukan,dapat diberikan sampai 50
satuan oksitosin, asal pemberian infus untuk 1 kali tidak lebih dari 8 jam
karena bahya keracunan air.Jika tidak berhasilinfus dapat di ulangi setelah
penderita istirahay\t selama 1 hari.Biasanya pada percobaan ke 2 atau ke 3 akan
dicapia hasil.
7. Abortus habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi selama 3 kali ataulebih berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan.
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi selama 3 kali ataulebih berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan.
Etiologi abortus habitualis pada
dasarnya sama dengan sebab-musabab abortus spontan seperti yang telah
dibicarakan.Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive(TLX).Pasien dengan
reaksilemah atau tidaka akan ada mengalami abortus.
Penanganan. Kepada penderita pada
abortus infeksiosus yang telah banyak mengalami perdarahan hnedaknya diberikan
infus dan transfusi darah.Pasien segera diberi anti biotika (pilihan)
a.
Gentamycin 3 x 80 mg dan penicillin 4 x 1,2 juta;
b.
Chloromycetin 4 x 500 mg; c.Cephalosporin 3x 1 gram;
c.
Sulbenicillin 3 x 1-2 gram.Kuretase dilakukan dalam
waktu 6 jam dan penangan demikian dapat dipertanggungjawabkan karena
pengeluaran sisa-sisa abortus mencegah perdarahan da menghilangkan jaringan
yang nekrotis, yang bertindak sebagai medium pembiakkan bagi jasad
renik.Pemberian antibiotika diteruskan sampai febris tidak ada lagi selama 2
hari atau ditukar bila tak ada perubahan dalam 2 hari.
Pada abortus septik diperlukan pemberian antibiotika dalam dosis yang lebih tinggi.Sambil menunggu hasil pembiakkan supaya dapat diberikan antibiotika yang tepat, dapat diberikan Sulbenicillin 3 x 2 gram.Antibiotika ini terbukti masih ampuh dan berspektrumluas unruk aerob dan anaerob.Pda kasus dengan tetanus maka selain pengobatan di atas perlu diberikan ATS, irigasi dengan peroksida (H2O2) dan histerektomi total secepatnya.
G. KOMPLIKASI ABORTUS
1.Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian trnsfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2.Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapatterjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini,penderita perlu diamat-amati dengan teliti.
1.Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian trnsfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2.Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapatterjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini,penderita perlu diamat-amati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera
dilakukan laparotomi,dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,penjahitan
luka perforasi atau perlu histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awan menimbulkan persoalan gawat karenaperlukaan uterus
biasanya luas,mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus.Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,laparotomi harus
segera dilakukan untukmenentukan luasnya cedera,untuk selanjutnya
mengambiltindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3.Infeksi (lihat abortus infeksiosus)
4.Syok terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena infeksi berat.
3.Infeksi (lihat abortus infeksiosus)
4.Syok terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena infeksi berat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
Data laboratorium
1. Tes urine
2. hemoglobin dan hematokrit
3. menghitung trombosit
4. kultur darah dan urine
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS
A.PENGKAJIAN
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, sukubangsa,pendidikan,pekerjaan,statusperkawinan,perkawinanke-, lamanya perkawinan dan alamat
2. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a. Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b.Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
c. Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
e. Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
f. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
g. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
h.Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
4. Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
1. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, sukubangsa,pendidikan,pekerjaan,statusperkawinan,perkawinanke-, lamanya perkawinan dan alamat
2. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a. Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b.Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
c. Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
e. Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
f. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
g. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
h.Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
4. Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
5. Pemeriksaan
fisik, meliputi :
A. Inspeksi
A. Inspeksi
Adalah proses observasi yang sistematis
yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera
pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
B. Palpasi
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
B. Palpasi
Adalah
menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
C. Perkusi
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
C. Perkusi
Adalah melakukan ketukan langsung atau
tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang
organ atau jaringan yang ada dibawahnya
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
D. Auskultasi
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
D. Auskultasi
Adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh
dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi
yang terdengar
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
A. Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
B. Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
C. Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
A. Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
B. Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
C. Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan Pervaginam.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan Pervaginam.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan Pervaginam
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
1. Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi.
2. Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
3. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
4. Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
4.. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rasional : Menilai kondisi umum klien
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan Pervaginam
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
1. Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi.
2. Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
3. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
4. Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
4.. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rasional : Menilai kondisi umum klien
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi
:
1. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
2. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3. Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
2. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
4. Lakukan perawatan vulva
Rasional :Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
5. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
6. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
5. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
2. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
3. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
4. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
5. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
1. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
2. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3. Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
2. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
4. Lakukan perawatan vulva
Rasional :Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
5. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
6. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
5. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
2. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
3. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
4. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
5. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo,
Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : Tridasa Printer.
Derek liewollyn & Jones. 2002. DASAR – DASAR OBSTETRI & GINEKOLOGI. Jakarta : Hipokrates.
Arif mansjoer,dkk. 2004. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Jakarta : Media Aesculapius.
James L Lindsey, MD. 2007. Missed Abortion - Obstetrics and Gynecology; . Emedicine.
Derek liewollyn & Jones. 2002. DASAR – DASAR OBSTETRI & GINEKOLOGI. Jakarta : Hipokrates.
Arif mansjoer,dkk. 2004. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Jakarta : Media Aesculapius.
James L Lindsey, MD. 2007. Missed Abortion - Obstetrics and Gynecology; . Emedicine.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BBLR
1. Definisi
BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/
lebih rendah (WHO 1961)
Klasifikasi BBLR
v Prematuritas murni
Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya
sesuai dengan masa gestasi.
v Dismaturitas
BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak
sesuai dengan masa gestasinya.
2. Etiologi
a. Faktor ibu
Faktor penyakit (toksemia gravidarum, trauma fisik
dll)
Faktor usia
Keadaan sosial
b. Faktor janin
Ø Hydroamnion
Ø Kehamilan multiple/ganda
Ø Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
Ø Tempat tinggal didataran tinggi
Ø Radiasi
Ø Zat-zat beracun
3. Patofisiologi?
4. Gejala Klinis
v BB <>
Pb <>
Lingkar dada <>
Lingkar kepala <>
5. Pem. Penunjang
Analisa gas darah
6. Komplikasi
v RDS
v Aspiksia
7. Penatalaksanaan medis
v Pemberian vitamin K
v Pemberian O2
8. Askep Pengkajian
v Tanda-tanda anatomis
¨ Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada
dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis).
¨ Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai
ujung jari
¨ Pada bayi laki-laki testis belum turun.
¨ Pada bayi perempuan labia mayora lebih
menonjol.
v Tanda fisiologis
¨ Gerakan bayi pasif dan tangis hanya
merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih
malas.
¨ Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
Penyebabnya adalah :
o Pusat pengatur panas belum berfungsi
dengan sempurna.
o Kurangnya lemak pada jaringan subcutan
akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
o Kurangnya mobilisasi sehingga produksi
panas berkurang.
9. Diagnosa Keperawatan
- Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
- Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
- Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
- Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
- Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
- Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan |
Perencanaan
|
1.
|
Tidak
efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dn neuro muscular
|
Pola nafas
efektif .
Kriteria Hasil
:
¨ RR 30-60 x/mnt
¨ Sianosis (-)
¨ Sesak (-)
¨ Ronchi (-)
¨ Whezing (-)
|
1. Observasi
pola Nafas.
2. Observasi
frekuensi dan bunyi nafas
3. Observasi
adanya sianosis.
4. Monitor
dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
5. Tempatkan
kepala pada posisi hiperekstensi.
6. Beri
O2 sesuai program dokter
7. Observasi
respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
8. Atur
ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
9. Kolaborasi
dengan tenaga medis lainnya.
|
2
|
Tidak
efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu dan
berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh.
|
Suhu tubuh
kembali normal.
Kriteria Hasil
:
¨ Suhu 36-37 C.
¨ Kulit hangat.
¨ Sianosis (-)
¨ Ekstremitas hangat.
|
§ Observasi tanda-tanda vital.
§ Tempatkan bayi pada incubator.
§ Awasi dan atur control temperature dalam
incubator sesuai kebutuhan.
§ Monitor tanda-tanda Hipertermi.
§ Hindari bayi dari pengaruh yang dapat
menurunkan suhu tubuh.
§ Ganti pakaian setiap basah.
§ Observasi adanya sianosis.
|
3.
|
Resiko infeksi
b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi)
|
Infeksi tidak
terjadi.
Kriteria Hasil
:
¨ Suhu 36-37 C
¨ Tidak ada tanda-tanda infeksi.
¨ Leukosit 5.000 – 10.000
|
§ Kaji tanda-tanda infeksi.
§ Isolasi bayi dengan bayi lain
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan bayi.
§ Gunakan masker setiap kontak dengan
bayi.
§ Cegah kontak dengan orang yang
terinfeksi.
§ Pastikan semua perawatan yang kontak
dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.
§ Kolaborasi dengan dokter.
§ Berikan antibiotic sesuai program.
|
4.
|
Resiko
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi
(Imaturitas saluran cerna)
|
Nutrisi
terpenuhi setelah
Kriteria hasil
:
¨ Reflek hisap dan menelan baik
¨ Muntah (-)
¨ Kembung (-)
¨ BAB lancar
¨ Berat badan meningkat 15 gr/hr
¨ Turgor elastis.
|
§ Observasi intake dan output.
§ Observasi reflek hisap dan menelan.
§ Beri minum sesuai program
§ Pasang NGT bila reflek menghisap dan
menelan tidak ada.
§ Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap
nutrisi parenteral.
§ Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi
enteral
§ Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
§ Timbang BB setiap hari.
|
5
|
Resiko
gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
|
Gangguan
integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil
:
¨ Suhu 36,5-37 C
¨ Tidak ada lecet atau kemerahan pada
kulit.
¨ Tanda-tanda infeksi (-)
|
§ Observasi vital sign.
§ Observasi tekstur dan warna kulit.
§ Lakukan tindakan secara aseptic dan
antiseptic.
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan bayi.
§ Jaga kebersihan kulit bayi.
§ Ganti pakaian setiap basah.
§ Jaga kebersihan tempat tidur.
§ Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
§ Monitor suhu dalam incubator.
|
6.
|
Kecemasan
orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan kondisi krisis.
|
Cemas
berkurang
Kriteria hasil
:
Orang tua
tampak tenang
Orang tua
tidak bertanya-tanya lagi.
Orang tua
berpartisipasi dalam proses perawatan.
|
§ Kaji tingkat pengetahuan orang tua
§ Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
§ Libatkan keluarga dalam perawatan
bayinya.
§ Berikan support dan reinforcement atas
apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
§ Latih orang tua tentang cara-cara
perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang
|
PATWAYS EKLAMPSIA POST PARTUM
Hypoperfusi
Placenta (Ischemik Placenta
|
Berkurangnya
pelepasan vasodilator oleh trofoblas; prostaglandin
|
Hypertensi Gestasional
|
Produksi
substansi tromboplastik oleh plasenta yang iskemik
|
|||||||||||||||||
Eklampsi
|
||||||||||||||||||||
Vasospasme
neurologis
|
Penurunan laju
filtrasi glomerular
|
Generalized
Vasospasme
|
Peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer
|
|||||||||||||||||
Peningkatan
Nociceptor
|
Penurunan
aliran plasma ginjal
|
Hiperaktif
refleks
|
Penurunan
tekanan vena sentral
|
|||||||||||||||||
Sakit
kepala, nyeri epigastrium
|
Generalized
edema
|
Mata terpaku
Kepala
dipalingkan ke satu sisi
Kejang-kejang
halus terlihat pada muka
(Invasi)
|
Gangguan
perfusi jaringan
|
|||||||||||||||||
Nyeri
|
Proteinuria
|
Badan kaku, Kadang
episthotonus
(Kontraksi/Kejang
Tonis)
|
Penurunan fungsi
okuler
|
|||||||||||||||||
Gangguan
Eliminasi Uri
|
Kejang hilang
timbul, Rahang membuka dan menutup
Mata membuka
dan menutup
|
Gangguan
persepsi sensori penglihatan
|
||||||||||||||||||
Asidosis
Respirasi
|
Pernafasan
tidak adequat
|
Kejang remiten
|
Kejang kuat,
dan lidah tergigit
|
|||||||||||||||||
Pola nafas
tidak efektif
|
Sumbatan jalan
nafas
|
Resiko Kejang
berulang
|
Resti cedera
|
|||||||||||||||||
Bersihan jalan nafas tidak efektif
|
PATWAYS PRE EKLAMPSIA
Peningkatan
respon terhadap endogen
(progstaglandin
& tromboxan)
|
Resistensi
Na & Air,
Spasme
pembuluh darah
|
|||||||||||||
Spasme
Pembuluh darah
|
||||||||||||||
Vasokontriksi
Pembuluh Darah
(Hipertensi)
|
||||||||||||||
Haemokonsentrasi
berubah
|
Berkurangnya
pasokan O2
dalam darah
|
Penurunan
Volume Intravaskuler
|
Penurunan
aliran darah ke placenta
|
|||||||||||
Filtrasi
glomerulus menurun
|
Perubahan
peredaran darah dikorteks serebri/retina
|
Hypoxia
|
Peningkatan
afterload Jantung
|
O2 Janin
berkurang
|
||||||||||
Penumpukan
cairan interstisial
|
Diplopia/edema
retina
|
Peningkatan
tekanan Vaskuler otak
|
Gangguan
Perfusi jaringan
|
Ganguan
Pertumbuhan
|
||||||||||
Edema
|
Gangguan
penglihatan
|
Resiko Gawat
janin
|
||||||||||||
Kelebihan
volume Cairan
|
Resiko Injuri
|
Kelemahan
|
||||||||||||
Nyeri
|
malaise
|
|||||||||||||
Edema Paru
|
||||||||||||||
Kekurangan
pasokan O2
|
Intoleransi
aktivitas
|
|||||||||||||
Pola Nafas
tidak efektif
|
||||||||||||||