Selasa, 18 Oktober 2011

ASKEP STRIKE


 
5
 
BAB II
KONSEP DASAR

A.      Definisi
Stroke adalah serangkaian kejadian neurologi yang terjadi bila aliran darah arteri di dalam otak terganggu. (Engram, 2000).
Stroke yaitu kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay darah kebagian otak (Bare and Smelzer, 2002).
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan; kematian; akibat gangguan darah ke otak karena perdarahan ataupun non perdarahan (Iskandar, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologist fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit) tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (Transient Ischaemia Attack/TIA) (Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi Ketiga).
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 2002).
B.       Etiologi
1.      Trombosis Cerebral
Penyebab stroke yang paling sering biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis di tandai:
a. Plak berlemak pada lapisan interna arteri besar.
b.Bagian interna arteria cerebri menjadi tipis atau berserabut.
c. Sel-sel otot akan menghilang.
d. Lemina elastika interna robek hingga pembuluh darah.
Trombosis cerebri merupakan suatu penyakit yang paling sering pada orang tua sekitar usia 60-90 tahun Selain aterosklerosis hipertensi juga merupakan sebagai faktor dasar.
2.      Emboli
Emboli cerebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab stroke, kebanyakan emboli cerebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung. Tempat yang paling sering terserang embolus cerebri arteri media terutama bagian atas.
3.      Perdarahan Cerebri
Ruftur arteri yang menyebabkan ekstravasasi darah di daerah otak dan atau sub arakhnoid sehingga jaringan didekatnya akan tergeser dan tertekan. Sedangkan faktor resiko pada stroke menurut Mansjoer (2000), yaitu faktor yang dapat diubah meliputi hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, hiperurismia, dan disiplidemia. Faktor yang tidak dapat diubah meliputi usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium dan heterozygote atau homozygote untuk homosistinuria. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak (Price and Wilson, 2005).
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi se-bagai penyebab dan faktor resiko terhadap stroke, yaitu ;
a.       Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b.      Aneurisma pembuluh darah cerebral
      Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
c.       Kelainan jantung/penyakit jantung
      Paling banyak dijumpai pada pasien atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d.      Diabetes mellitus (DM)
      Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
e.       Usia lanjut
      Pada usia lanjut terjadi proses klasifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
f.       Policitemia
      Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
g.      Peningkatan kolesterol (lipid total)
      Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
h.      Obesitas
      Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah otak.
i.        Perokok
      Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
j.        Kurang aktivitas fisik
      Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
C.      Klasifikasi
Stroke umumnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu,
1.         Stroke perdarahan (stroke hemoragic)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah congenital) pecah atau robek. Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Keadaan penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah .Kesadaran umumnya menurun. Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, koma pada fase akut.
a.    Perdarahan intracerebral
Mempunyai gejala yang tidak jelas kecuali karena hipertensi serangan terjadi pada siang hari saat aktivitas, emosi atau marah, serangan pertama gejalanya mual, muntah, kesadaran menurun dan cepat masuk koma.
b.    Perdarahan sub arakhnoid
Mempunyai gejala yang berupa nyeri kepala hebat dan kuat.
2.         Stroke Non Perdarahan (infark/iskhemik)
Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskhemik (non hemoragik) dikelompokkan menjadi:
a.    Transient Ischemic attack (TIA) Serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.
b.    Reversibel Ischmic Neurologic Deficit (RIND): Gejala neurologist akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.
c.    Progresif Stroke atau Stroke In Evolution: Kelainan atau deficit neurologist berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi pesat.
d.   Stroke Komplit atau Complete Stroke: Kelainan neurologist sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Iskandar, 2002).
Dilihat dari gejalanya, stroke terbagi atas tiga:
a.    Stroke Sementara (sembuh dalam beberapa menit atau jam)
b.    Stroke Ringan (sembuh dalam beberapa minggu)
c.    Stroke Berat (sembuh dengan meninggalkan cacat, tidak bisa sembuh total, bahkan dalam beberapa bulan atau tahun kemudian bisa mengakibatkan kematian)

D.      Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut (Iskandar (2002), antara lain:
1.         Lumpuh sebelah badan/kelumpuhan fokal.
2.         Mulut mencong dan bicara jadi pelo.
3.         Sulit menelan, minum suka keselek.
4.         Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.
5.         Vertigo (pusing, puyeng) dan pandangan kabur.
6.    Kesadaran menurun, pingsan/koma.
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.
1.Pengaruh terhadap status mental
·      Tidak sadar: 30% - 40%
·      Konfuse: 45% dari pasien biasanya sadar
2.Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
·      Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
·      Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
·      Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant (30%)
3.Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
·      hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
·      inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
4.Daerah arteri serebri posterior
·      Nyeri spontan pada kepala dan fasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5.    Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
·      Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak dan hemiplegia alternans atau tetraplegia
·      Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil).
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1.    Stroke hemisfer kanan
·      Hemiparese sebelah kiri tubuh dan penilaian buruk
·      Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2.    Stroke hemisfer kiri
·      Mengalami hemiparese kanan
·      Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
·      Kelainan bidang pandang sebelah kanan.
·      Disfagia global dan afasia

E.       Komplikasi
Ada beberapa komplikasi, yaitu:
1.    Peningkatan tekanan intracranial (TIK).
2.    Hernia
3.    Aspirasi, aselektasis dan gagal pernafasan.
4.    Aktivitas kejang dan distritmia jantung.
5.    Malnutrisi.
6.    Kontraktur, ankilosis (Tucker, 1998).

F.       Patofisiologi
Jika aliran darah ke setiap otak terhambat karena jaringan thrombus atau embolus maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak, kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran, kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosisi miskropik neuron, area nektorin disebut infrak.
Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat ischemia umum (karena henti jantung) atau hipoksia, karena proses anemia/kesukaran bernafas. Jika neuron hanya mengalami iskhemik dan belum terjadi nekrosis, masih ada peluang untuk menyelamatkan situasi ini analog dengan cidera total yang dapat mengakibatkan suatu area infrak (kematian) jaringan di sekitar zona yang mengalami infrak adalah jaringan infrak yang bagian marginalnya mengalami kekurangan oksigen. Jaringan ischemia ini seperti halnya pada otak dapat diselematkan dengan tindakan yang sesuai/mati karena peristiwa sekunder. Sindrome Neurovaskuler yang lebih sering terjadi pada stroke trombotik dan embolik adalah karena keterlibatan arteri cerebral mediana. Arteri ini terutama mensupali aspek lateral hemisfer cerebri infrak pada bagian tersebut dapat menyebabkan deficit kolatesal motorik dan sensorik.
Jika infrak hemisfer adalah dominant maka akan terjadi masalah bicara dan timbul disfagia. Dengan stroke trombotik/embolik maka besarnya bagian otak yang mengalami ischemia dan infrak sulit ditemukan pada peluang dimana stroke akan meluas setelah serangan pertama dapat terjadi serangan edema cerebral massif dan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK).
Pada titik herniasi dan kematian setelah trombotik terjadi pada daerah yang luas prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat serangan, karena stroke trombolik aterosklerosis ada resiko untuk menjadi stroke pada masa yang akan dating pada pasien yang sudah mengalami stroke, jika penyebabnya tidak ditangani luas jaringan otak yang rusak akibat hemoragik tidak besar dan bukan pada tempat yang fital maka pasien dapat pulih dengan deficit minimal jika hemoragik luas atau terjadi pada daerah yang vital pasien mungkin tidak dapat pulih. Sekiranya 30 % hemoragik intra cerebral terjadi tidak massif sehingga survivarl mungkin terjadi.
(Price, 2005).

G.     
Hiperkolesterolemia
 
Trauma
 
Hipertensi
 
Pathway








 









                                                                                                               
 




Hemiparesis otot bicara
 
Kerusakan Nervus Vagus
 
Kerusakan Neuron Motorik
 
                                                                                                                             








 






(Sumber: (Price, 2005) ; (Doengoes, 2000)
H.      Pemeriksaan Diagnostik
Ø  Laboratorium: Cholesterol Total, Cholesterol HDL, Cholesterol LDL-Direk, Trigliserida, Lp (lumbal pungsi) (a), Insulin, Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam Post Prandiol (2 jam setelah puasa), Status Antioksidan Total, Fibrinogen, ACA (IgG, IgM), Homocysteine, hs-CRP, mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah sewaktu.
Ø  CT Scan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark dan untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark.
Ø  Ultra suara karotis untuk mendeteksi sienosis karotis.
Ø  Tomografi komputer untuk menentukan penyebab dan lokasi stroke.
Ø  Angiografi serebral untuk menentukan luas insufislensi serebro vascular dan untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu.
Ø  Pungsi Lumbal, bermanfaat untuk:
-            Menunjukkan adanya tekanan normal.
-            Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
Ø  MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
Ø  Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
Ø  Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. (Doenges, 2000).

I.         Penatalaksanaan
Untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik, rohani, social, keadaan ekonomi dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin. Hal-hal yang dilakukan diantaranya: fisioterapi, terapi wicara, latihan mental, terapi okupasi, psikoterapi, latihan alat bantu, prostetik ortostatik dan senam kebugaran. Maka terapi pencegahan untuk menghindari terulangnya stroke tetap dilakukan, pasien biasanya dianjurkan untuk:
1.    Melakukan kontrol tensi secara rutin.
2.    Kendalikan kadar gula darah.
3.    Hindari atau stop merokok.
4.    Diet rendah lemak, garam dan kolesterol.
5.    Mengindari resiko terjadinya stress.
Disamping semua tindakan atau pengobatan yang ditujukan untuk stroke secara langsung, keadaan pasien secara keseluruhan juga perlu diperhatikan (Iskandar, 2002).

J.        Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode pemeriksaan head to toe, yaitu:
1.      Kepala
Perhatikan kesimetrisan dari bentuk muka dan tengkorak.

2.      Mata
Perhatikan adanya anemia pada konjungtiva dan adanya ikterik pada sclera, amati juga adanya kemungkinan tanda-tanda retino-pati.
3.    Telinga
Pada pengkajian telinga perhatikan kebersihan bentuk kesimetrisan, kaji juga fungsi dari pendengaran.
4.    Hidung
Pada pengkajian hidung perhatikan kebersihan bentuk dan kesimetrisan, kaji juga fungsi dari perbauan.
5.    Mulut
Perhatikan warna bibir, jumlah gigi, apakah gigi karies.
6.    Leher
Perhatikan adanya pembesaran kelenjar tyroid.
7.    Dada
Perhatikan bentuk dada, adanya masa dan bunyi nafas.
8.    Perut
Perhatikan bentuk, kesimetrisan adanya bising usus, dan masa.
9.    Ekstremitas
Perhatikan bentuk kaki dan tangan, adanya edema.
10.     Kulit
Perhatikan warna kulit, keadaan integritas kulit.


K.      Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul secara teori:
1.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan  terputusnya aliran darah: penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral (Doengoes, 2000).
Tujuan:
Gangguan perfusi jaringan serebral dapat efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil:
Ø Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya membalik, fungsi kognitif dan motorik/sensorik.
Ø Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tanda-tanda peningkatan TIK.
Ø Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi atau kekambuhan defisit.
Intervensi:
Ø Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Ø Pantau/cacat status neurologist sesering mungkin.
Ø Kaji fungsi bicara, jika pasien sadar.
Ø Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang  tenang.
Ø Cegah saat terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.

2.    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuro-muscular, kerusakan sentral bicara, kehilangan tonus kontrol (Doengoes, 2000).
Tujuan:
Pasien dapat berkomunikasi dengan tepat sesuai dengan keadaannya dan dapat mengemukakan kebutuhannya setelah dilakukan keperawatan.
Kriteria hasil:
Ø Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
Ø Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
Ø Menggunakan sumber-sumber yang tepat.
Intervensi:
Ø Kaji/tipe derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata/kesulitan berbicara/membuat pengertian sendiri.
Ø Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Ø Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sementara (seperti buka mata tunjuk ke pintu) ulangi dengan kalimat yang sederhana.
Ø Tunjukkan obyek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut.
Ø Berikan metode komunikasi alternatif (menulis dipapan tulis, gambar, berikan petunjuk visual → gerakan tangan, gambar).


3.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese (Doengoes, 2000)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilitas dapat terpenuhi dengan bantuan.
Kriteria hasil:
Keluarga mampu mendemontrasikan latihan senam stroke serta latihan kegiatan sehari-hari.
Intervensi:
Ø  Ajarkan klien untuk melakukan latihan senam stroke.
Ø  Jelaskan masalah senam stroke.
Ø  Diskusikan dengan keluarga tentang masalah stroke.
Ø  Latihan alih posisi tiap 2 jam.
Ø  Berikan posisi yang nyaman pada pasien.

4.    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologist
(Doengoes, 2000).
Tujuan:
Gangguan perubahan persepsi sensori dapat diatasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil:
Ø Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Ø Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan redual.
Ø Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap defisit hasil.
Intervensi:
Ø Evaluasi adanya gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang.
Ø Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
Ø Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas, dingin, tajam, tumpuk, posisi bagian tubuh/otot, rasa persedian.
Ø Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh, meraba.
Ø Lakukan validasi terhadap persepsi pasien, secara teratur terhadap lingkungan.

5.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler penurunan kekuatan otot/kontrol koordinasi otot (Doengoes, 2000).
Tujuan:
Gangguan pemenuhan dan perawatan diri terpenuhi setelah memenuhi kebutuhan perawatan diri.


Kriteria hasil:
Ø Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan.
Ø Melakukan aktifitas perawatan dalam tingkat kemampuan sendiri.
Ø Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi:
Ø Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan skala 0-4 untuk melakukan kebutuhan sehari-hari).
Ø Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Ø Sadari perilaku/aktifitas positif untuk setiap uasah yang dilakukan/keberhasilannya.
Ø Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan dikembangkan pada kebiasaan pola normal kadar makanan yang berserat, anjurkan untuk banyak minum dan tingkat aktivitas.

6.    Gangguan rasa nyaman kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral (Doengoes, 2000).
Tujuan:
Rasa nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil:
Ø  Menunjukkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan.
Ø  Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol.
Intervensi:
Ø  Observasi tanda-tanda nyeri non verbal.
Ø  Teliti keluhan nyeri, catat integritasnya.
Ø  Anjurkan untuk istirahat dalam ruang yang tenang.
Ø  Berikan kompres dingin dan message daerah kepala leher.
Ø  Berikan obat sesuai indikasi.

7.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit (Doengoes, 2000).
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mampu merawat masalah stroke dan pencegahan.
Kriteria hasil:
Ø  Keluarga mampu menyebutkan mengenai masalah stroke.
Ø  Keluarga mampu menyebutkan pencegahan stroke.
Intervensi:
Ø  Kaji pengetahuan keluarga tentang pemgertian, tanda gejala, penyebab, dan perawatan stroke.
Ø  Diskusikan dengan keluarga tentang komplikasi stroke.
Ø  Evaluasi semua hal yang telah dilakukan bersama keluarga.

8.    Resiko/gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi/adequate.
Kriteria hasil:
Ø  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Ø  Berat badan dalam batas normal
Ø  Conjungtiva ananemis
Ø  Tonus otot baik
Ø  Lab: albumin, Hb, BUN dalam batas normal
Intervensi:
Ø  Kaji faktor penyebab yang mempengaruhi kemampuan menerima makan/minum
Ø  Hitung kebutuhan nutrisi perhari
Ø  Observasi tanda-tanda vital
Ø  Catat intake makanan
Ø  Timbang berat badan secara berkala
Ø  Ajarkan  latihan menelan dan beri makan via NGT
Ø  Kolaborasi: Pemeriksaan lab. (Hb, Albumin, BUN), pemasangan NGT, konsul ahli gizi.



 
DAFTAR PUSTAKA

Bare dan Smelzer, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Monica Ester, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa, Monica Ester, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2001, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa, Monica Ester, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E., et. al, 2000,  Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Alih Bahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwan), Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, B. et. al., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Iskandar, J., 2000, Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke, Gramedia, Jakarta.

Lumbantobing, A., 2000, Stroke: Bencana Peredaran Darah Di Otak, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Masjoer, A., 2000, Kapaselekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, penerbit Media Aesculapius, Jakarta.

Price dan Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinik Proses Penyakit, Alih Bahasa Peter Anugrah, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Thomas, D.J., 1998, Buku Pintar Kesehatan: Stroke, Arcan, Jakarta.

Tucker, S.M., et. al., 1998, Standart Perawat Pasien Proses Keperawatan Diagnosis dan Evaluasi, Alih Bahasa Yasmin Asih, EGC. Jakarta.